Menurut pemahaman para filosof islam akal mengandung arti
daya untuk memperoleh pengetahuan, membuat sesorang dapat membedakan antara
dirinya dengan benda lain dan antara benda-benda satu dari yang lain. Disamping
memiliki kemampuan yang bersifat kongkrit, ala dapat mengabstrakkan benda benda
yang di anggap panca indra, atau benda-benda konkrit bahkan membedakan antara
kebaikan dan keburukan atau mempunyai fungsi moral.
Akal dalam pengertian Islam adalah daya berpikir yang
terdapat dalam jiwa manusia, daya, yang memperoleh pengetahuan dengan
memperhatikan alam sekitarnya. Pengertian inilah di kontraskan dengan wahyu
yang membawa pengetahuan dari luar diri manusia.
Akal menjadi faktor utama yang menempatkan manusia pada
kedudukan yang lebih mulia dibandikan makhluk Allah lainnya. Dengan akal,
manusia dapat mengembangkan ilmu pengetahuan sehingga terwujud kebudayaan.
Al-quran menempatkan akal pada posisi penting dengan
banyaknya ayat yang mendorong manusia menggunakan akalnya dalam berbagai
ungkapan antara lain dengan menggunakan kata madzara, tadabbara, tafakkara,
faqiha, tazakkara, fahima, dan sebagainya. Ungkapan-ungkapan tersebut
mengandung isyarat menempatkan akal sebagai faktor yang penting dalam kehidupan
seorang muslim. Bahkan hadits Nabi menyebutkan kaitan agama dengan akal yang
artinya :
“Agama
adalah penggunaan akal, tiada agama bagi orang yang tidak berakal.”
Akal membawa manusia kepada posisi subyek di tengah alam
semesta dan menempatkannya sebagai penguasa (khalifah) yang mampu mengelola dan
mendaya gunakan alam.
Wahyu berasal dari bahasa Arab al-wahy, artinya suara,
api dan kecepatan, bisikan, isyarat dan tulisan. Juga bearti pemberitahuan
secara tersembunyi dan cepat. Pemberitahuan di maksud datang dari luar diri
manusia, yaitu Tuhan. Dengan demikian, wahyu di artikan penyampaian sabda Tuhan
kepada pilihannya agar diteruskan pada umat manusia untuk dijadikan pegangan
hidup. Berbeda dari akal yang membawa pengetahuan dari dalam diri manusia
sendiri, wahyu membawa pengetahuan dari luar diri, yaitu dari Tuhan.
Wahyu turun kepada nabi-nabi melalui tiga cara, yaitu dimasukkan
langsung ke dalam hati dalam bentuk ilham, dari belakang tadi, dan melalui
utusan dalam bentuk malaikat. Hal ini diungkapkan dalam firman Allah SWT. Surat
Asyura ayat 42 yang artinya :
“Tidak
terjadi bahwa Allah berbicara kepada manusia kecuali dengan wahyu, atau dari
belakang tabir atau dengan mengirimkan seorang utusan, untuk mewahyukan apa
yang Ia kehendaki dengan seizin-Nya. Sungguh Ia Maha Tinggi dan Maha
Bijaksana.”
Menurut filsafat islam (Ibnu Sina), akal manusia pada
saat tertentu dapat mencapai tingkat perolehan (Akal Mustafad), yaitu akal
tertinggi yang mencapai alam immateri yaitu Jibril. Tetapi kemampuan ini hanya
dimiliki nabi-nabi, karena nabi di anugrahi Tuhan akal yang memiliki daya
tangkap luar biasa sehingga tanpa latihan dia dapat berkomunikasi dengan
Jibril. Akal yang memiliki kekuatan yang suci itu yang membuat nabi dapat
berkomunikasi dengan utusan Tuhan.
Akal memiliki kedudukan yang penting dalam ajaran Islam,
bahkan dijadikan sebagai dasar dan sumber hukum setelah Al-quran dan hadits. Akal
sebagai dasar di sebut aar-ra’yu yang di lakukan melalui itjihad.
Dorongan penggunaan akal dalam Islam melahirkan kemajuan
peradaban Islam dalam berbagai bidang terutama perkembangannya kajian-kajian ilmu pengetahuan dan filsafat
serta ilmu-ilmu keislaman,seperti tafsir ,fikih,dsb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar