Senin, 20 Januari 2014

Kedudukan Akal dan Wahyu Dalam Islam

           Kali ini hikmah kata insyaallah akan membahas artikel singkat mengenai kedudukan akal dan wahyu dalam islam. Semoga bermanfaat bagi kita semua.
Menurut pemahaman para filosof islam akal mengandung arti daya untuk memperoleh pengetahuan, membuat sesorang dapat membedakan antara dirinya dengan benda lain dan antara benda-benda satu dari yang lain. Disamping memiliki kemampuan yang bersifat kongkrit, ala dapat mengabstrakkan benda benda yang di anggap panca indra, atau benda-benda konkrit bahkan membedakan antara kebaikan dan keburukan atau mempunyai fungsi moral.
Akal dalam pengertian Islam adalah daya berpikir yang terdapat dalam jiwa manusia, daya, yang memperoleh pengetahuan dengan memperhatikan alam sekitarnya. Pengertian inilah di kontraskan dengan wahyu yang membawa pengetahuan dari luar diri manusia.
Akal menjadi faktor utama yang menempatkan manusia pada kedudukan yang lebih mulia dibandikan makhluk Allah lainnya. Dengan akal, manusia dapat mengembangkan ilmu pengetahuan sehingga terwujud kebudayaan.
Al-quran menempatkan akal pada posisi penting dengan banyaknya ayat yang mendorong manusia menggunakan akalnya dalam berbagai ungkapan antara lain dengan menggunakan kata madzara, tadabbara, tafakkara, faqiha, tazakkara, fahima, dan sebagainya. Ungkapan-ungkapan tersebut mengandung isyarat menempatkan akal sebagai faktor yang penting dalam kehidupan seorang muslim. Bahkan hadits Nabi menyebutkan kaitan agama dengan akal yang artinya :
“Agama adalah penggunaan akal, tiada agama bagi orang yang tidak berakal.”
Akal membawa manusia kepada posisi subyek di tengah alam semesta dan menempatkannya sebagai penguasa (khalifah) yang mampu mengelola dan mendaya gunakan alam.
Wahyu berasal dari bahasa Arab al-wahy, artinya suara, api dan kecepatan, bisikan, isyarat dan tulisan. Juga bearti pemberitahuan secara tersembunyi dan cepat. Pemberitahuan di maksud datang dari luar diri manusia, yaitu Tuhan. Dengan demikian, wahyu di artikan penyampaian sabda Tuhan kepada pilihannya agar diteruskan pada umat manusia untuk dijadikan pegangan hidup. Berbeda dari akal yang membawa pengetahuan dari dalam diri manusia sendiri, wahyu membawa pengetahuan dari luar diri, yaitu dari Tuhan.
Wahyu turun kepada nabi-nabi melalui tiga cara, yaitu dimasukkan langsung ke dalam hati dalam bentuk ilham, dari belakang tadi, dan melalui utusan dalam bentuk malaikat. Hal ini diungkapkan dalam firman Allah SWT. Surat Asyura ayat 42 yang artinya :
“Tidak terjadi bahwa Allah berbicara kepada manusia kecuali dengan wahyu, atau dari belakang tabir atau dengan mengirimkan seorang utusan, untuk mewahyukan apa yang Ia kehendaki dengan seizin-Nya. Sungguh Ia Maha Tinggi dan Maha Bijaksana.”
Menurut filsafat islam (Ibnu Sina), akal manusia pada saat tertentu dapat mencapai tingkat perolehan (Akal Mustafad), yaitu akal tertinggi yang mencapai alam immateri yaitu Jibril. Tetapi kemampuan ini hanya dimiliki nabi-nabi, karena nabi di anugrahi Tuhan akal yang memiliki daya tangkap luar biasa sehingga tanpa latihan dia dapat berkomunikasi dengan Jibril. Akal yang memiliki kekuatan yang suci itu yang membuat nabi dapat berkomunikasi dengan utusan Tuhan.
Akal memiliki kedudukan yang penting dalam ajaran Islam, bahkan dijadikan sebagai dasar dan sumber hukum setelah Al-quran dan hadits. Akal sebagai dasar di sebut aar-ra’yu yang di lakukan melalui itjihad.
Dorongan penggunaan akal dalam Islam melahirkan kemajuan peradaban Islam dalam berbagai bidang terutama perkembangannya  kajian-kajian ilmu pengetahuan dan filsafat serta ilmu-ilmu keislaman,seperti tafsir ,fikih,dsb.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar